Dalam event LCEN (Lomba Cipta Elektroteknik Nasional) yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun, ada sebuah tantangan yang bisa disambut oleh para siswa SMP/SMA; khususnya dalam meng-aplikasikan setiap pengetahuan yang diperolehnya di kelas.
Bagi saya, kata *aplikasi* memiliki arti yang sangat penting. Karena, melalui kata inilah, sebuah pengetahuan yang abstrak, bisa membumi dan dimanfaatkan. Untuk tingkatan SD/SMP/SMA, bisa dimulai dgn aplikasi-aplikasi sederhana, yang dapat dimanfaatkan sehari-hari.
Dalam event LCEN 2007 di Surabaya, SMP Muhammadiyah 5 Surabaya mengembangkan aplikasi *menangkap tikus dgn gelombang ultrasonik*. Sebuah cara sederhana untuk meng-aplikasikan teori gelombang (bunyi) dalam konteks lingkungan. Sebuah aplikasi sederhana namun kerap tidak terpikir. Kebanyakan guru hanya mendorong siswa untuk menghapal rumus, men-drill soal, dan tidak meng-inspirasi siswa, bagaimana memanfaatkan teori dan pengetahuan tersebut? Ada pepatah, guru yang luar biasa adalah guru yg meng-inspirasi siswanya.
Benarlah kata Einstein, yang menyebutkan bahwa pengetahuan sebenarnya adalah apa yang tersisa saat kita tidak lagi di bangku sekolah.
Saya masih ingat, tatkala usai kelulusan sewaktu SMA, ada seorang teman tanya, "Nilai bagus yang kamu dapat, untuk apa?" Pertanyaan ini membuat saya tidak bisa tidur. Nilai terbaik, beasiswa yang pernah didapat, seolah tidak ada harganya. Secara teori, saya mampu mengerjakan soal dgn baik. Namun dalam hal praktek dan pemanfaatan teori tersebut, saya tidak bisa apa-apa. Pikiran ini blank ketika ditanya soal aplikasi.
Banyak orang tua mempercayakan anak-anaknya untuk saya didik (privat ~ 30 anak selama 6 tahun, SD s.d. SMA), namun, saya hanya bisa memberikan peningkatan dari sisi akademis saja. Baru setelah menginjak semester 6 perkuliahan, pikiran ini mulai sedikit terbuka, setelah ada satu siswa kelas 3 SMA yang "menantang" saya untuk memberikan pelatihan khusus membuat virus komputer, dan dia berani membayar mahal. Saya langsung terima tantangan itu, karena memang menantang dan saya perlu tambahan uang untuk bayar kuliah. Terakhir, saya mendapat kabar, anak ini sudah menjadi manager I.T. di salah satu bank swasta terbesar di Indonesia.
Setelah beberapa tahun lulus kuliah, saya diberi kesempatan untuk membimbing satu mahasiswa jurusan Kimia Universitas Pajajaran. Mahasiswa ini memiliki IPK hampir sempurna, dan tengah resah dgn skripsi yang akan dibuatnya. Dalam kasus ini, saya seolah berhadapan dgn cermin. Teorinya sangat excellent, namun saat dihadapkan pada aplikasi, bingung. Saya menerima tantangan membimbing (walaupun unofficial, karena saya bukan dosen), karena saya pikir, ini akan memberikan pengalaman. Secara materi, saya tidak mendapatkan apa-apa. Namun secara nilai dan pengalaman, luar biasa! Saat ini, dia sudah jadi direktur sebuah perusahaan kimia besar di Jakarta.
Saat ini, sebagai bagian dari konteks pekerjaan, saya lebih sering berhadapan (saat memberikan training) dgn sarjana strata satu maupun dua, dari berbagai disiplin ilmu, dari berbagai universitas ternama di negeri ini. Saya melihat satu kondisi yang sama. Banyak trainee yang memiliki latar belakang akademis yang excellent, namun, saat dihadapkan pada tantangan aplikasi, banyak yang blank. Makanya, muncul banyak isu, bahwa produk perguruan tinggi hanya menghasilkan sarjana siap latih, bukan siap pakai.
Saya mencoba menarik benang merah dari fakta-fakta yang saya temukan tersebut. Intinya, teori dan aplikasi harus ber-sinergi, sehingga bisa memberikan hasil yang excellent.
Saat ini, pemerintah pun sudah menyadarinya (dgn tingkat pengangguran kerah putih yang cukup besar, better late than never), dgn mencoba mengambil short cut, dgn memberdayakan sekolah menengah kejuruan dan politeknik.
Nah, bagaimana dengan sekolah umum kebanyakan?
Saya melihat, tantangannya jelas. Perlu sinergi yang kuat antara teori dan aplikasi, sehingga siswa bisa merasakan manfaat dari setiap ilmu yang dipelajarinya.
Dalam sebuah sharing di satu komunitas, ada beberapa dosen elektro dan komputer, yang mengeluh, kerepotan dan kesulitan menyampaikan bahan ajar. Saya mencoba untuk "menghibur" dgn memberikan sharing sebuah pengalaman kecil. Kalau sulit masuk dari pintu masuk, kenapa tidak mencoba masuk dari pintu keluar? Hmm .. mungkin ini cara yang melawan arus dan tidak biasa. Saya pernah ber-eksperimen, dan hasilnya tidak mengecewakan. Prinsipnya, kita harus mengajak siswa untuk memahami secara konkret, setiap topik yang akan dipelajari. Dgn demikian, walaupun jalannya berliku, namun karena tujuannya jelas dan masuk akal, maka mereka akan melangkah dgn semangat.
Beberapa siswa SMA yang sempat saya ajak bicara pun, memiliki tipikal serupa. Mereka bilang, "Buat apa belajar sesuatu yang tidak jelas kegunaannya?" Bahkan ada satu guru, setelah berdiskusi cukup panjang soal teknik pengendali, berkata, "Ternyata, kalkulus bisa di-aplikasikan juga."
Nah, ini adalah tantangan untuk kita semua, terutama para pendidik. Bila sekolah kita berjalan dgn cara biasa, maka hasilnya pun akan biasa-biasa saja. Namun, bila kita mampu men-sinergikan teori dan aplikasi, melakukan sesuatu yang luar biasa, maka, saya yakin, hasilnya pun akan luar biasa.
Berikut adalah beberapa aplikasi lain yang diangkat dalam final LCEN 2007.
* Menangkap ikan bandeng lebih banyak dgn pemanfaatan bunyi (SMA Al Fattah).
* Robot pembersih lantai, sarana pembantu pekerjaan rumah tangga (SMAN 1 Denpasar)
* Pembangkit ozon untuk memasak air (SMPN 4 Sidoarjo)
* Penetral asap (SMAN 1 Pekanbaru)
* Oksigen ruangan dengan pemanfaatan sinar merah dan biru (SMA Al Fattah)
* Rice cooker cerdas hemat energi dgn memanfaatkan media kapuk (SMA Al Fattah)
Aplikasi yang sederhana namun berguna bagi kehidupan. Sebuah aplikasi dari teori yang mereka peroleh di kelas. Mampukah siswa/i sekolah kita melakukannya? Siapa takut!
Saturday, June 30, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment