Saturday, September 15, 2007

Tantangan Bidang ICT

Dunia teknologi informasi dan komunikasi (ICT - Information and Communication Technology) adalah dunia yang sangat dinamis, bergerak sangat cepat memimpin perkembangan jaman.

ICT memberikan kesempatan yang sangat luas bagi kita untuk berkreasi dan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi kemanusiaan. Salah satu dampak dari perkembangan dan pemanfaatan ICT adalah terbentuknya 12 kompetensi sangat baru di bidang ICT: Searching, Collecting, Creating, Sharing, Communicating, Coordinating, Meeting, Socializing, Evaluating, Buying-Selling, Gaming, dan Learning secara online.

Ke 12 kompetensi tersebut dimiliki secara merata oleh angkatan kerja di negara-negara maju dengan tingkat penetrasi komputer dan internet yang sudah sangat tinggi. Selain 12 kompetensi baru tersebut, angkatan kerja di negara-negara maju juga memiliki jam terbang yang tinggi terkait dengan ICT: 10.000 jam video games, 250.000 email, 10.000 jam dengan ponsel, 20.000 jam siaran TV, 500.000 iklan, 5.000 jam membaca buku.

Bagaimana dengan Indonesia? Meskipun ICT sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sejak lama, namun hingga saat ini, perkembangan dan pemanfaatannya belum dirasakan secara luas. Indikator umum ICT Indonesia menunjukkan penetrasi PC baru mencapai 5 juta unit, pengguna internet yang baru mencapai 20 juta. Selain itu, jumlah pengembang perangkat lunak baru mencapai 200 vendor, programmer hanya 0,1 per 1000 penduduk. Sebuah potret yang cukup menantang.

Salah satu cara untuk mengatasi kekurangan pengembang ICT adalah melalui pendidikan dan diseminasi pengetahuan di bidang ICT.

-- Cahyana Ahmadjayadi, Dirjen Aplikasi Telematika, DepKomInfo (di-edit)

Dapat Apa Sih di Universitas?

Sudah diterima di universitas dan mulai belajar, tapi kadang-kadang masih nggak ngeh hakekat belajar. Lha, katanya disuruh menimba ilmu, nah ilmunya ini, sebenarnya apa sih?

KSTAE adalah kuncinya. KSTAE adalah Knowledge, Skill, Technique, Attitude, Experience.

:: Knowledge ::

Ketika belajar mengenai sepeda motor, kita jadi tahu bahwa pada sepeda motor terdapat lampu, kemudi, dan lain-lain; serta bagaimana bagian-bagian tsb. bekerja. Ketika belajar pemrograman, kita jadi mengerti apa itu fungsi, variabel, objek, method dan attribute.

Selain itu, ada juga pengetahuan mengenai sistem basis data, rekayasa perangkat lunak, pemrograman ber-orientasi object, software project management, dsb. Pokoknya, yang selama ini bikin pusing, itulah knowledge. Lho, koq bikin pusing? Soalnya, kampus kadang-kadang tidak imbang dalam membekali mahasiswa dengan knowledge dan ketrampilan, alias besar teori daripada praktek.

:: Skill ::

Dalam kasus sepeda motor, skill artinya, kita tahu cara menghidupkan motor. Supaya motor maju, harus masukkan gigi ke satu dan tekan gas, dan seterusnya.

Di kampus ada tugas mandiri, misalnya, membuat kalkulator atau program deteksi bilangan prima di mata kuliah OOP. Itu untuk melatih ketrampilan. Semakin banyak tugas, seharusnya makin terampil. Usahakan untuk mengerjakan sendiri tugas itu, karena tujuannya untuk melatih ketrampilan kita.

Nah, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) hanya untuk mengukur mahasiswa di tingkat knowledge dan skill. Jadi, peran IPK sebenarnya hanya sampai di sini.

:: Technique ::

Kita perlu menguasai teknik, misalnya, supaya dalam kecepatan tinggi, motor tetap stabil.

Kalau di kampus, karena mata kuliah kian banyak dan di setiap mata kuliah ada tugas coding, keterampilan bahasa Java kita jadi meningkat. Kita jadi punya banyak teknik supaya program kita lebih rapih, program kita jalan lebih cepat, punya teknik untuk bisa reuse code, coding jalan terus walaupun pakai Notepad atau Emacs.

:: Attitude ::

Kita perlu sikap yang baik dalam berkendara. Apa analoginya di kampus? Kalau jadi programmer, jangan lantas membuat virus, merusak sistem orang, atau malah mencuri kode orang. Itu smua contoh sikap. Kampus yang hanya mengajari orang untuk mempunyai pengetahuan, teknik dan keterampilan, tanpa memperhatikan sikap (attitude) artinya mendidik orang pintar tapi sesat di jalan.

:: Experience ::

Pengalaman seperti jam terbang, hanya bisa kita dapatkan kalau kita pernah mengalami kejadian. Misalnya, karena rumah sering kebanjiran, kita tahu persis kira-kira banjir berapa centimeter yang bisa membuat motor mogok. Pengalaman itu mahal, karena, kadang-kadang, ada harga yang harus dibayar.

Di kampus, pengalaman pun tetap ada, misalnya lewat kegiatan KKN, magang, kerja paruh waktu, mengerjakan tugas akhir. Perbanyak pengalaman membuat project (software) yang bisa dijual, mulai belajar jualan, melatih jiwa enterpreneurship. Ini keharusan untuk bekal hidup di dunia IT nan ganas dan kejam.

-- Romi Wahono, pakar software engineering (di-edit)